DALAM
ayat ini seolah-olah Allah berfirman, “Mereka. itu mengenal Muhammad dengan
sungguh-sungguh, karena mereka telah memperoleh penjelasan dari kitab-kitab
suci mereka”. Di dalam kitab-kitab suci ini secara terperinci dijelaskan segala
sifat dan tabiat Nabi yang akan datang, sehingga mereka mengenal ciri-ciri Nabi
Muhammad seperti mereka mengenal ciri-ciri anak mereka, sehingga tidak satu pun
ciri anak-anaknya itu yang luput dari perhatiannya.
Abdullah
bin Salam, seorang Pendeta Yahudi yang kemudian masuk Islam sampai berkata,
“Aku lebih banyak mengenalnya (Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) daripada
mengenal anakku sendiri”. Lalu Umar bertanya, “Mengapa”. Dia menjawab, “Karena
aku tidak ragu-ragu lagi bahwa Muhammad seorang Nabi. Adapun anakku boleh jadi
ibunya menyeleweng”. Lalu Umar mencium kepalanya.
Demikianlah
pengakuan salah seorang Pendeta Yahudi yang mendapat hidayah Allah. Juga sama
dengan pengakuan Tamim Ad Daar, seorang bekas Pendeta Nasrani. Walaupun kaum
Yahudi mendapatkan fakta-fakta sifat Nabi Muhammad itu ada di dalam kitab-kitab
suci mereka, namun golongan dari kaum Pendeta mereka mengingkari dan
merahasiakan fakta kebenaran tersebut. Hanya sedikit dari golongan Pendeta Yahudi
yang dengan jujur mengakui kebenaran dan beriman kepada Nabi Muhammad.
Sedangkan
mayoritas mereka tetap ingkar kepada Nabi, karena sikap taklid dan kebodohan
para pemimpin mereka. Karena itu pada ayat 147 QS. Al-Baqarah Allah
memperingatkan kaum muslimin agar jangan mengikuti kata-kata kaum Yahudi dan
Nasrani, karena mereka selalu mengingkari kebenaran Ilahi. Kaum Yahudi dan
Nasrani lebih dikuasai oleh sikap fanatik dan sentimen golongan, sehingga
selalu apriori terhadap segala argumen dan keterangan yang datang dari orang
lain.
[islampos/sumber: 76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur’an, Karya: Syaikh Mustafa Al-Maraghi]
[islampos/sumber: 76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur’an, Karya: Syaikh Mustafa Al-Maraghi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar