Saat berpuasa, pola makan umat Muslim menjadi berbeda dibandingkan hari-hari biasanya. Hal ini tentu saja memicu banyak perubahan pada tubuh, mulai dari otak hingga sistem pencernaan.
Selama
masa puasa, ada pelepasan hormon yang mengganggu cara tubuh dalam perubahan
makanan menjadi energi. Ketika hal itu terjadi, jumlah mitokondria dalam neuron
otak (yang memberitahu sinyal lapar) akan meningkat.
Hal
ini berdasarkan studi yang dilakukan oleh ilmuwan di Yale University School of
Medicine. Hasil studi ini yang kemudian dapat menjelaskan hubungan antara buka
puasa dan makan lebih banyak dari yang Anda butuhkan.
"Biasanya
kita telah melihat tren obesitas dan banyak kejadian diabetes selama bulan suci
karena makan yang tidak teratur dan tidak tepat setelah berbuka puasa,"
jelas Dr. Wedad Al Maidor, dokter keluarga dan anggota Departemen Kesehatan
Dubai, seperti dilansir muslimvoices.org, Selasa (24/7/2012).
Selain
itu, puasa memberi beberapa manfaat misterius untuk otak. Sebuah studi yang
dilakukan National Institute on Aging menunjukkan bahwa pengurangan selang
waktu makanan dapat melindungi otak dari penyakit seperti Alzheimer dan
Parkinson.
Peneliti
menjelaskan, pembatasan diet dapat merangsang produksi neuron baru dari sel
induk (neurogenesis) dan dapat meningkatkan plastisitas sinaptik, yang dapat
meningkatkan kemampuan otak untuk melawan penuaan dan memulihkan cedera fungsi
lanjutan.
Oleh
karena itu, meningkatkan interval waktu antara waktu makan dapat bermanfaat
bagi otak, bahkan ketika jumlah makanan meningkat dan tak ada penurunan asupan
kalori.
Di
sisi lain, tingkat gula darah yang rendah selama puasa dapat mengunci otak ke
dalam tahapan tidur nyenyak. Puasa meningkatkan kualitas dan mengintensifkan
kedalaman tidur. Hal ini akan berdampak baik karena proses perbaikan tubuh dan
otak terjadi selama tidur.
Ini
sebabnya dua jam tidur selama bulan Ramadan lebih memuaskan dan menyegarkan
dibandingkan tidur dalam waktu biasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar