Peter
Higgs (ilmuwan atheis) saat ini adalah sosok sentral yang mewakili
keinginan sebagian manusia selama ribuan tahun untuk menguak asal usul
alam semesta (apakah ada keterlibatan Tuhan atau tidak dalam
penciptaannya) melalui akal dan inderanya. Setelah berpuluh-puluh tahun
Peter Higgs dan ilmuwan lainnya bekerja keras, hadirlah sepenggal
kemajuan pengetahuan baru, yaitu penemuan partikel dasar yang lebih
kecil yang diduga merupakan bahan pembentuk materi dan dikenal dengan
sebutan yang terdengar tidak sopan, yaitu “partikel tuhan”.
Itu
adalah penelitian dan penemuan yang sah (benar), karena alam semesta
memang karyaNya yang mengandung keagungan ilmu, sedangkan manusia
dianugerahi akal dan indera untuk menganalisa. Penggunaan akal dan
indera secara benar adalah bentuk pelaksanaan perintahNya, sekaligus
juga penghargaan (rasa syukur) atas anugerahnya itu (yang juga adalah
karyaNya). Dan setiap ilmu yang benar akan selalu mengandung hikmah.
Terlepas dari misi awal Ilmuwan dalam mengadakan penelitian ilmiah,
manusia patut berterima kasih kepada mereka yang dengan penelitiannya
itu terus membuahkan teknologi yang membawa kemudahan hidup. Dan kepada
Tuhanlah segala pujian, karena akal dan indera manusia adalah
ciptaanNya. Dengan demikian, kemudahan hidup itu sesungguhnya adalah
dariNya.
Sampai
dengan peradaban manusia sejauh ini, peran ilmu pengetahuan inderawi
memang telah berhasil membawa kemajuan nyata dalam bentuk berbagai
kemudahan hidup. Dia juga berperan dalam upaya menyelami maha karya
Tuhan, bahwa semakin ditelusuri karyaNya semakin terlihat menakjubkan.
Hal tersebut akan memunculkan keyakinan, yang memperkuat kepercayaan
(keimanan) bahwa Tuhan memang Maha Besar dan Maha Sempurna.
Akan
tetapi, ilmu pengetahuan inderawi yang telah berkembang ribuan tahun
itu bagaimanapun juga tak mampu mengungkap semua misteri yang terbentang
di alam raya ini, apalagi mengetahui hakikatnya. Masih sangat banyak
teka-teki yang belum terpecahkan. Setiap penemuan baru selalu melahirkan
pertanyaan baru yang jumlahnya lebih banyak. Terhadap dunia materi saja
masih belum bisa memahami secara utuh, apalagi terhadap dunia di luar
materi yang mencakup nilai-nilai seperti ekonomi, sosial, kesehatan,
psikologi, dan spiritualisme, ilmu pengetahuan inderawi tadi bagaikan
tak bisa berkata apapun. Alhasil, manusia butuh pengetahuan yang lain
dalam menjalani kehidupannya secara total.
Pada
titik itu manusia (termasuk para ilmuwan) yang jauh dari Agama perlu
membuka mata, bahwa dari berbagai informasi – yang benar maupun tidak –
yang bertebaran di sepanjang sejarah manusia sesungguhnya terdapat
informasi yang diklaim oleh para Nabi sebagai informasi yang berasal
dari Sang Pemilik Alam Semesta. Kalau diteliti dengan seksama, niscaya
dalam Al Qur’an (informasi Tuhan yang penulis percayai kebenarannya) itu
terdapat semua kebenaran dan jawaban yang menyeluruh bagi semua aspek
kehidupan manusia. Di dalam Al Qur’an itu, terdapat komunikasi yang luar
biasa antara Tuhan dengan aktivitas manusia, di antaranya dengan telah
terjadinya bukti-bukti kebenaran ayat suci, dan terus akan terbuktikan.
“Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami pada
segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka
bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya
Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Al Fushilat: 53)
Tentang
upaya manusia dalam menemukan Tuhan di alam raya melalui pengetahuan
inderawi, sebenarnya hal itu telah diwakili oleh seorang manusia pada
ribuan tahun yang lalu:
“Dan
demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami
yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia
termasuk orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah
bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang
itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”.
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”.
Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika
Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang
yang sesat”. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata:
“Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu
terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari
apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada
Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama
yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan.” (QS. Al An’am: 75 -78)
Ibrahim
AS telah berupaya mencari Tuhan dengan mengandalkan pengetahuan
inderawinya. Dia mengagumi benda-benda langit sebagai sesuatu yang luar
biasa. Namun demikian, akhirnya dia yakin bahwa tak ada sosok materi
yang layak diper-Tuhan-kan, kemudian dia menyatakan kepasrahannya kepada
Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan kepercayaan (keimanan)
yang utuh atau tanpa kesyirikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar