Gaza, 
itulah nama hamparan tanah yang luasnya tidak lebih dari 360 km persegi.
 Berada di Palestina Selatan, “potongan” itu “terjepit” di antara tanah 
yang dikuasai penjajah Zionis Israel, Mesir, dan laut Mediterania, serta
 dikepung dengan tembok di sepanjang daratannya.
Sudah 
lama Israel “bernafsu” menguasai wilayah ini. Namun, jangankan 
menguasai, untuk bisa masuk ke dalamnya saja Israel tidak mampu.
Sudah 
banyak cara yang mereka lakukan untuk menundukkan kota kecil ini. 
Blokade rapat yang membuat rakyat Gaza kesulitan memperoleh bahan 
makanan, obat-obatan, dan energi, telah dilakukan sejak 2006 hingga 
kini. Namun, penduduk Gaza tetap bertahan, bahkan perlawanan Gaza atas 
penjajahan Zionis semakin menguat.
Akhirnya 
Israel melakukan serangan “habis-habisan” ke wilayah ini sejak 27 
Desember 2008 hingga 18 Januari 2009. Mereka”mengguyurkan” ratusan ton 
bom dan mengerahkan semua kekuatan hingga pasukan cadangannya.
Namun, sekali lagi, negara yang tergolong memiliki militer terkuat di dunia ini harus mundur dari Gaza.
Di atas 
kertas, kemampuan senjata AK 47, roket anti tank RPG, ranjau, serta 
beberapa jenis roket buatan lokal yang biasa dipakai para mujahidin 
Palestina, tidak akan mampu menghadapi pasukan Israel yang didukung tank
 Merkava yang dikenal terhebat di dunia. Apalagi menghadapi pesawat 
tempur canggih F-16, heli tempur Apache, serta ribuan ton “bom canggih” 
buatan Amerika Serikat
Akan tetapi di sana ada “kekuatan lain” yang membuat para mujahidin mampu membuat “kaum penjajah” itu hengkang dari Gaza dengan muka tertunduk, walau hanya dengan berbekal senjata-senjata “kuno”.
Itulah 
pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada para 
pejuangnya yang taat dan ikhlas. Kisah tentang munculnya “pasukan lain” 
yang ikut bertempur bersama para mujahidin, semerbak harum jasad para 
syuhada, serta beberapa peristiwa “aneh” lainnya selama pertempuran, 
telah beredar di kalangan masyarakat Gaza, ditulis para jurnahs, bahkan 
disiarkan para khatib Palestina di khutbah-khutbah Jumat mereka.
Pasukan “Berseragam Putih” di Gaza
Ada “pasukan lain” membantu para mujahidin Palestina. Pasukan Israel sendiri mengakui adanya pasukan berseragam putih itu.
Suatu 
hari di penghujung Januari 2009, sebuah rumah milik keluarga Dardunah 
yang berada di antara Jabal Al Kasyif dan Jabal Ar Rais, tepatnya di 
jalan Al Qaram, didatangi oleh sekelompok pasukan Israel.
Seluruh 
anggota keluarga diperintahkan duduk di sebuah ruangan. Salah satu anak 
laki-laki diinterogasi mengenai ciri-ciri para pejuang al-Qassam.
Saat 
diinterogasi, sebagaimana ditulis situs Filisthin Al Aan (25/1/2009), 
mengutip cerita seorang mujahidin al-Qassam, laki-laki itu menjawab 
dengan jujur bahwa para pejuang al-Qassam mengenakan baju hitam-hitam. 
Akan tetapi tentara itu malah marah dan memukulnya hingga laki-laki 
malang itu pingsan.
Selama 
tiga hari berturut-turut, setiap ditanya, laki-laki itu menjawab bahwa 
para pejuang al-Qassam memakai seragam hitam. Akhirnya, tentara itu naik
 pitam dan mengatakan dengan keras, “Wahai pembohong! Mereka itu 
berseragam putih!”
Cerita 
lain yang disampaikan penduduk Palestina di situs milik Brigade Izzuddin
 al-Qassam, Multaqa al-Qasami, juga menyebutkan adanya “pasukan lain” 
yang tidak dikenal. Awalnya, sebuah ambulan dihentikan oleh sekelompok 
pasukan Israel. Sopirnya ditanya apakah dia berasal dari kelompok Hamas 
atau Fatah? Sopir malang itu menjawab, “Saya bukan kelompok mana-mana. 
Saya cuma sopir ambulan.”
Akan 
tetapi tentara Israel itu masih bertanya, “Pasukan yang berpakaian 
putih-putih dibelakangmu tadi, masuk kelompok mana?” Si sopir pun 
kebingungan, karena ia tidak melihat seorangpun yang berada di 
belakangnya. “Saya tidak tahu,” jawaban satu-satunya yang ia miliki.
SuaraTak Bersumber
Ada lagi 
kisah karamah mujahidin yang kali ini disebutkan oleh khatib masjid 
Izzuddin Al Qassam di wilayah Nashirat Gaza yang telah ditayangkan oleh 
TV channel Al Quds, yang juga ditulis oleh Dr Aburrahman Al Jamal di 
situs Al Qassam dengan judul Ayaat Ar Rahman fi Jihad Al Furqan 
(Ayat-ayat Allah dalam Jihad Al Furqan).
Sang 
khatib bercerita, seorang pejuang telah menanam sebuah ranjau yang telah
 disiapkan untuk menyambut pasukan Zionis yang melalui jalan tersebut.
“Saya 
telah menanam sebuah ranjau. Saya kemudian melihat sebuah helikopter 
menurunkan sejumlah besar pasukan disertai tank-tank yang beriringan 
menuju jalan tempat saya menanam ranjau,” kata pejuang tadi.
Akhirnya,
 sang pejuang memutuskan untuk kembali ke markas karena mengira ranjau 
itu tidak akan bekerja optimal. Maklum, jumlah musuh amat banyak.
Akan 
tetapi, sebelum beranjak meninggalkan lokasi, pejuang itu mendengar 
suara “Utsbut, tsabatkallah” yang maknanya kurang lebih, “tetaplah di 
tempat maka Allah menguatkanmu.” Ucapan itu ia dengar berulang-ulang 
sebanyak tiga kali.
“Saya 
mencari sekeliling untuk mengetahui siapa yang mengatakan hal itu kapada
 saya. Akan tetapi saya malah terkejut, karena tidak ada seorang pun 
yang bersama saya,” ucap mujahidin itu, sebagaimana ditirukan sang 
khatib.
Akhirnya 
sang mujahid memutuskan untuk tetap berada di lokasi. Ketika sebuah tank
 melewati ranjau yang tertanam, sesualu yang “ajaib” terjadi. Ranjau itu
 justru meledak amat dahsyat. Tank yang berada di dekatnya langsung 
hancur. Banyak serdadu Israel meninggal seketika. Sebagian dari mereka 
harus diangkut oleh helikopter. “Sedangkan saya sendiri dalam keadaan 
selamat,” kata mujahid itu lagi, melalui lidah khatib.
Cerita 
yang disampaikan oleh seorang penulis Mesir, Hisyam Hilali, dalam situs 
alraesryoon.com, ikut mendukung kisah-kisah sebelumnya. Abu Mujahid, 
salah seorang pejuang yang melakukan ribath (berjaga) mengatakan, 
“Ketika saya mengamati gerakan tank-tank di perbatasan kota, dan tidak 
ada seorang pun di sekitar, akan tetapi saya mendengar suara orang yang 
bertasbih dan beritighfar. Saya berkali-kali mencoba untuk memastikan 
asal suara itu, akhirnya saya memastikan bahwa suara itu tidak keluar 
kecuali dari bebatuan dan pasir.”
Cerita 
mengenai “pasukan tidak dikenal” juga datang dari seorang penduduk rumah
 susun wilayah Tal Islam yang handak mengungsi bersama keluarganya untuk
 menyelamatkan diri dari serangan Israel.
Di tangga rumah ia melihat beberapa pejuang menangis. “Kenapa kalian menangis?” tanyanya.
“Kami 
menangis bukan karena khawatir keadaan diri kami atau takut dari musuh. 
Kami menangis karena bukan kami yang bertempur. Di sana ada kelompok 
lain yang bertempur memporak-porandakan musuh, dan kami tidak tahu dari 
mana mereka datang,” jawabnya
Saksi Serdadu Israel
Cerita 
tentang “serdadu berseragam putih” tak hanya diungkap oleh mujahidin 
Palestina atau warga Gaza. Beberapa personel pasukan Israel sendiri 
menyatakan hal serupa. Situs al-Qassam memberitakan bahwa TV Chan*nel 10
 milik Israel telah menyiarkan seorang anggota pasukan yang ikut serta 
dalam pertempuran Gaza dan kembali dalam keadaan buta.
“Ketika 
saya berada di Gaza, seorang tentara berpakaian putih mendatangi saya 
dan menaburkan pasir di mata saya, hingga saat itu juga saya buta,” kata
 anggota pasukan ini.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar